Minggu, 06 Oktober 2013

Undip Tambah Kuota 30 Formasi CPNS*

TEMBALANG – Universitas Diponegoro (Undip) Semarang kembali mendapatkan tambahan kuota 30 formasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaaan RI. Hal tersebut untuk memenuhi kebutuhan Tenaga Pendidik dan Tenaga Administrasi Kependidikan di lingkungan kampus yang semakin berkurang.
Kepala Bagian Kepegawaian Undip, Agnes Esti Soedarman mengatakan, tambahan kouta tersebut sesuai dengan permintaan awal. Karena kebutuhan nyata tenaga pendidik dan tenaga administrasi di lingkungan Undip jauh lebih banyak daripada jumlah yang diberikan dari pusat. “Salah satu penyebabnya adalah banyaknya  jumlah PNS yang pensiun setiap tahunnya. Tetapi tidak diimbangi dengan jumlah perekrutan yang diambil,” jelasnya.
Agnes menambahkan, sesuai dengan kuota tambahan yang diberikan Kemdikbud, maka untuk kuota tambahan ini Undip diberikan tambahan 30 pegawai yang terdiri dari 26 tenaga pendidik dan 4 tenaga administrasi pendidikan. “Tenaga Pendidik dan tenaga administrasi kependidikan tersebut nantinya akan ditempatkan di beberapa fakultas yang membutuhkan,” imbuhnya.
Adapun rincian formasi untuk tenaga pendidik, lanjut Agnes, adalah 2 orang di Fakultas Kedokteran, 2 orang di Fakultas Ekonomika dan Bisnis, 4 orang di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2 orang di Fakultas Psikologi, 3 orang di Fakultas Hukum, 3 orang di Fakultas Teknik, 2 orang di Fakultas Ilmu Perikanan dan Ilmu Kelautan, 2 orang di Fakultas Ilmu Budaya, 2 orang di Fakultas Sains dan Matematika, 2 orang di Fakultas Peternakan dan Pertanian serta 2 orang di Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Sedangkan untuk formasi tenaga administrasi kependidikan yang dibutukan  meliputi lulusan D3 Akuntansi 2 orang, D3 Teknik Komputer/Informatika 1 orang, dan D3 Kearsipan 1 orang. (fai/ton/ce1)


*) Tayang di Jawa Pos Radar Semarang, Sabtu (5/10/13).

Setiap Pojok Ada Tempat Cuci Tangan*

MUGASSARI – Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Semarang akan mewakili Jawa Tengah dalam Lomba Sekolah Sehat (LSS) tingkat nasional. Sebelumnya, sekolah yang berada di jalan Menteri Supeno ini menjadi juara di tingkat provinsi.
Kepala sekolah SMA Negeri 1 Semarang, Kastri Wahyuni saat ditemui di ruang kerjanya, kemarin (4/10) mengungkapkan rasa syukurnya atas prestasi tersebut. Menciptakan sekolah sehat, menurutnya, yang diperlukan adalah budaya. Yaitu membudayakan secara bersama hidup bersih dan sehat sehingga menghasilkan prestasi yang sehat juga.
“Jadi kegiatan ini tidak bisa dimunculkan secara instan atau sesaat. Sejak masuk di sini (2012, Red) saya sudah ikrarkan untuk menjadi sekolah sehat,” ungkap mantan kepala sekolah SMA 7 yang juga pernah meraih prestasi serupa.
Kastri menambahkan, untuk menciptakan sekolah sehat perlu diatur segala sesuatu sesuai dengan norma sekolah sehat. Mulai membuang sampah pada tempatnya, pengolahan limbah, dan aktif melakukan gerakan mencuci tangan agar tidak terkena penyakit. “Untuk mendukung itu, hampir setiap pojok sekolah kami sediakan tempat cuci tangan,” imbuhnya.
Adapun komponen dari sekolah sehat, lanjut Kastri, di antaranya meliputi sehat jasmani, sehat rohani, sehat sosial dan sehat religi. Sehat jasmani diartikan kesehatan badan yang dikelola anak UKS dan PMR. Sedangkan sehat rohani berarti pendidikan sopan santun, menghormati sesama, guru, dan juga lingkungan.
Adellina Salsabila, 16, salah satu siswa kelas X-5 mengungkapkan rasa bangganya mendapatkan prestasi tersbut. Pasalnya kegiatan tersebut dapat memacu dirinya beserta teman-teman lain untuk menjadikan sekolah bersih dan sehat. “Salah satu yang membedakan sekolah ini dengan yang lain adalah di semua kelas disediakan sanitizer yang bisa digunakan untuk mencuci tangan,” beber alumnus SMP 5 Semarang ini. (fai/ton/ce1)


*) Tayang di Jawa Pos Radar Semarang, Sabtu (5/10/13).

BIAR BERSIH
Dua orang siswi SMAN 1 Semarang mencuci tangan sebelum beraktivitas di dalam kelas.

Kamis, 03 Oktober 2013

Orang Tua Larang Bawa Motor*

PURWOYOSO – Kematian dua siswa SMP 18 Semarang Adam Ghani Ain, 13, dan Rizal Eka Bagaskara, 13, dalam kecelakaan maut di Jalan Gatot Subroto Kawasan Industri Candi Selasa (1/10) tidak hanya menyisakan kesedihan bagi keluarga. Rekan dan guru di SMP 18 pun turut berduka atas meninggalnya dua siswa tersebut. Ratusan rekan sekolah korban, Rabu (2/10) mengantarkan jenazah mereka ke persemayaman terakhir.
Siswa kelas VII hingga IX SMP 18 dan sejumlah guru mendatangi rumah duka. Dengan tertib mereka satu per satu menyaksikan untuk kali terakhir wajah dua korban yang sudah terbujur kaku. Dengan diiringi tangis histeris, kedua jenazah korban akhirnya dimakamkan di TPU Subali Krapyak.
Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaaan, Martanto mengaku turut berbela sungkawa atas kematian dua siswanya. Kedua korban diketahui satu kelas yakni di kelas VII G yang khusus untuk siswa unggulan. ”Padahal sebentar lagi ulangan semester, tidak tahunya sudah meninggal,” katanya.
Martanto mengaku tidak mengetahui secara detail kepribadian kedua korban. Meski begitu, guru matematika itu menegaskan keduanya jelas merupakan anak baik. Ia menegaskan jika pihak sekolah sudah melarang siswa menggunakan sepeda motor lantaran belum cukup umur. ”Kejadiannya  di luar jam sekolah, yang jelas kami sudah menegaskan melarang siswa bermotor,” tegasnya.
Sementara orang tua Bagas, Harsono, 38, mengaku ikhlas dengan kepergian anaknya. Ia mengaku khilaf lantaran menaruh kunci sepeda motor Honda Megapro H 6303 ER sembarang tempat sehingga bisa diambil Bagas. ”Saya tidak tahu kapan ngambilnya, saat saya telepon ternyata sudah diangkat polisi dan dikabarkan anak saya kecelakaan,” sesalnya.
Harsono mengaku mendapatkan kabar ketika Bagas kritis dan dirawat di RSUD dr Adhyatma Tugurejo. Sayang, saat didatangi ternyata nyawa Bagas sudah tidak tertolong lagi. ”Ini harus menjadi pelajaran agar tidak memperbolehkan anak kecil menggunakan motor,” tambahnya.
Kesedihan pun dirasakan keluarga pasangan Lukman Nurhadim, 45, dan Ana Hanifah, 44. Anak mereka Adam Ghani Ain turut menjadi korban kecelakaan maut di jalur Gatot Subroto. Lukman mengaku, setiap hari Adam biasanya pulang sekolah naik angkutan umum. ”Biasanya memang sering main dengan Bagas,” katanya.
Lukman mengaku hanya mendapatkan kabar jika Adam mengalami kecelakaan. Tapi saat sampai lokasi, ia pun langsung lemas diberitahu jika Adam sudah meninggal dan dibawa ke RSUP dr Kariadi. ”Saya memang melarang Adam membawa motor. Tapi mau bagaimana, sudah telanjur tidak ada,” imbuhnya sembari meneteskan air mata.
Sebagai wujud belasungkawa atas meninggalnya Adam dan Bagas, siswa dan guru SMP 18 juga menggelar doa bersama, tahlil, dan sholat ghaib di sekolah. Tampak beberapa dari siswa terutama rekan satu kelas VII G tidak bisa menahan tangis melepas kepergian dua sahabat karibnya tersebut. Dengan penuh isak, mereka mendoakan semoga kedua almarhum diberi tempat yang layak yaitu surga dan diampuni segala dosa-dosanya.
Salah satunya adalah Dallash Martana,13. Siswa yang mengaku sebagai teman karib kedua korban megungkapkan rasa kehilangan yang mendalam atas keduanya. Dengan kata terbata-bata, Dallash menceritakan, sebelumnya sudah mempunyai firasat buruk. Sehari sebelumnya, saat latihan senam, keduanya memberikan foto mereka berdua yang lagi menaiki sepeda motor. Mereka memakai baju kuning dan berkacamata. “Katanya ini buat kenang-kenangan besok ketika SMA sampai kerja. Saya hanya bilang iya, tanpa tahu maksudnya,” ujarnya.
Hal yang sama juga dirasakan oleh Tabriza Fatih Adilla, 13. Siswa yang mengaku menjadi teman satu kelas sejak TK dan SD ini mengaku juga mempunyai firasat sehari sebelumya. Pada saat itu, tiba-tiba Adam bilang jika ia meninggal apakah teman sekelasnya akan menyalati. “Saya tidak menyangka bahwa itu hari terakhir saya bertemu mereka.” (fth/fai/ton/ce1)


*) Tayang di Jawa Pos Radar Semarang, Kamis (03/10/13).

Agus Priyatno, Spesialis Dampingi Penelitian Siswa*



Sejumlah keberhasilan yang diraih pelajar SMA 3 Semarang, salah satunya berkat peran sang guru Agus Priyatno. Ia salah satu guru yang jago penelitian di sekolah negeri favorit tersebut.
Agus Priyatno
Guru Biologi
Ditemui di sekolah tempat ia mengajar, Agus –sapaan intimnya- menunjukkan kerendahan sikap dan hatinya. Munurut Agus, prestasi yang diraih anak didiknya, tak semata karena dia. Melainkan, bersama guru lain, yang tergabung dalam sebuah tim. Meski begitu, sejak kehadirannya di SMA 3 pada 2010 silam, prestasi sekolah yang berada di depan Balai Kota Semarang itu terus meroket. Tak cuma lokal, regional, dan nasional. Tapi juga internasional.
“Mungkin, salah satu keberhasilan saya dalam menyakinkan kepada anak-anak bahwa penelitian itu bukanlah sesuatu yang rumit maupun susah. Justru penelitian itu mudah dan menyenangkan. Karena yang saya terapkan adalah konsep learning by doing, bukan teori klasik,” beber guru kelahiran Kebumen 16 januari 1966 ini.
Menurut Agus,  dalam melakukan penelitian yang utama adalah memberi contoh. Juga membangkitkan semangat dan motivasi untuk mau berkompetisi dan menulis penelitian. “Ini yang mungkin belum banyak dilakukan oleh guru-guru lain,” ucap guru yang pernah meraih guru berprestasi peringkat II tingkat Kota Semarang pada 2013.
Berkat bimbingannya, banyak medali dan raihan juara disabet anak didiknya. Dalam tiga tahun saja, ia berhasil menyarungkan tiga emas, empat perak, dan banyak perunggu dalam ajang internasional. “Kalau tingkat nasional, saya lupa jumlahnya. Sebab untuk maju ke internasional harus menjadi juara nasional dulu,” aku suami dari Eko Mahdiyati ini.
Ditanya trik yang dilakukan untuk memotivasi anak didik sehingga berhasil meraih prestasi, pria yang hobi bermain badminton ini mengatakan, ia menyediakan waktu 24 jam untuk anak didik.
Agus memahami, antara dia dan anak didiknya punya kesibukan masing-masing, sehingga tidak bisa terus menerus bertemu. Karena itu, ia meminta siswa-siswinya mengirim penelitiannya via email. “Bahkan, kadang jam 10 malam, mereka menghubungi saya dan memberitahu bahwa peneltian mereka sudah dikirim,” kenang ayah Primananda Rahmalida  dan Albaninda Nurul Haq ini.
Ia selalu mewanti-wanti anak didiknya untuk tidak menyia-nyiakan tahapan penelitian, sebab sudah diberi waktu 24 jam. “Dari situ, anak-anak menjadi semangat dan selalu terpacu untuk berbuat lebih baik lagi,” aku pria yang tinggal di Lamper Tengah V no 27 Semarang ini.
Bagi Agus, ilmu adalah anugerah dan harus diamalkan biar berkah. Kadang, ketika ia menemukan ide, segera ia tulis di dompet. Ide itu lantas ia berikan ke anak didik yang punya kemampuan penelitian. “Dari sebatas ide tersebut, kemudian dikembangkan anak-anak, sehingga menjadi sebuah penelitian,” imbuh pria yang mengampu mata pelajaran Biologi ini.
Tak hanya itu, meski mengampu mapel Biologi, Agus juga membantu anak-anak dalam semua bidang penelitian. “Asal sesuai dengan kaidah penulisan, masih bisa saya bantu. Namun jika sudah masuk ke dalam konten materi, biasanya saya tunjukkan ke guru yang bersangkutan,” beber lulusan S1 IKIP Negeri Semarang (sekarang Unnes) dan S2 UMS ini.
Agus mengaku bisa mendapatkan ide dari mana saja. Ketika mengamati persoalan di sekilingnya, ia juga bisa menemukan ide. Ia mencontohkan, suatu hari, pada Ramadan, ia melihat orang-orang mudik meninggalkan hewan peliharaan seperti burung dan ayam. Maka terciptalah ide memberi makan ayam dengan handphone.
“Jadi hanya dengan kirim SMS, dapat memberi makan ayam sendiri. Kami memanfaatkan vibrasi yang dihasilkan,” ungkap pria yang pernah mengabdi di pulau terpencil di daerah Gresik Jawa Timur ini.
Contoh lain, ketika lingkungan tempat tinggalnya banyak produsen tempe, terbersit ide untuk membuat pupuk dari limbah industri tempe yang dicampur tanaman putri malu. “Bahkan ide penelitian ini kemudian dikembangkan anak saya sendiri dan berhasil mendapat medali emas International Science Project (ISPrO) baru-baru ini.”
Agus mengaku terinsiprasi untuk terus melakukan penelitian, lantaran saat menjadi guru di SMA 9 Semarang, ia berhasil menyabet juara empat kali berturut-turut dalam lomba guru kreatif tingkat nasional. Temanya City Success Fun (CSF). (ahmad.faishol/isk/ce1)


*) Tayang di Jawa Pos Radar Semarang, Kamis (03/10/13).