Rabu, 27 November 2013

Hujan, Warung Semawis Bubar*

Warung semawis di kawasan Pecinan hingga kini masih terkendala musim. Ketika hujan deras mengguyur, warung-warung di sana sepi pembeli. Bahkan, tak sedikit yang langsung bubar.

Manager Operasional Warung Semawis Ling Ling mengatakan, di sana tidak mungkin didirikan tenda permanen. Sebab menggunakan jalan sepanjang 300 meter di Gang Warung.

Karena itu, ucap Ling Ling, setiap hujan turun, warungnya langsur bubar. “Kendala lain, meski tidak ada hujan, terkadang ada rob. Jadi dibutuhkan back up dari pemerintah untuk mengatasi permasalahan tersebut.”

Ling Ling berharap Pemkot membantu mengatasi drainase, juga tata jalan. Sebab hal itu yang menjadi kendala selama ini. “Karena perkembangan saat ini sudah sangat meningkat. Dalam satu malam saja pengunjung yang hadir mencapai ribuan.”

Pada Jumat, bisa mencapai 1000-1500 pengunjung. Sementara pada Sabtu dan Minggu mencapai 2000-2500 orang. “Itu saja belum kalau pas liburan,” pungkasnya. Saat ini Warung Semawis mencatat sudah ada 60 konter makanan dan 10 konter pendukung.

Warung Semawis, klaim Ling Ling, tak berorientasi profit. Melainkan untuk revitalisasi Pecinan. Karena itu, segala keuntungan dikembalikan kepada warga. Yaitu, berupa kegitan sosial dan juga pembangunan jalan, perbaikan saluran, juga penerangan. “Salah satu bentuk sosial adalah tiap bulan Ramadan digelar pasar murah sembako Rp 5 ribu dengan isi Rp 100 ribu. Selain itu, juga digelar tali asih ketika peringatan Cap Go Meh.” (fai/isk)



*) Tayang di Jawa Pos Radar Semarang, 26 November 2013.

Warung Semawis di Pecinan Semarang

Minggu, 06 Oktober 2013

Undip Tambah Kuota 30 Formasi CPNS*

TEMBALANG – Universitas Diponegoro (Undip) Semarang kembali mendapatkan tambahan kuota 30 formasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaaan RI. Hal tersebut untuk memenuhi kebutuhan Tenaga Pendidik dan Tenaga Administrasi Kependidikan di lingkungan kampus yang semakin berkurang.
Kepala Bagian Kepegawaian Undip, Agnes Esti Soedarman mengatakan, tambahan kouta tersebut sesuai dengan permintaan awal. Karena kebutuhan nyata tenaga pendidik dan tenaga administrasi di lingkungan Undip jauh lebih banyak daripada jumlah yang diberikan dari pusat. “Salah satu penyebabnya adalah banyaknya  jumlah PNS yang pensiun setiap tahunnya. Tetapi tidak diimbangi dengan jumlah perekrutan yang diambil,” jelasnya.
Agnes menambahkan, sesuai dengan kuota tambahan yang diberikan Kemdikbud, maka untuk kuota tambahan ini Undip diberikan tambahan 30 pegawai yang terdiri dari 26 tenaga pendidik dan 4 tenaga administrasi pendidikan. “Tenaga Pendidik dan tenaga administrasi kependidikan tersebut nantinya akan ditempatkan di beberapa fakultas yang membutuhkan,” imbuhnya.
Adapun rincian formasi untuk tenaga pendidik, lanjut Agnes, adalah 2 orang di Fakultas Kedokteran, 2 orang di Fakultas Ekonomika dan Bisnis, 4 orang di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2 orang di Fakultas Psikologi, 3 orang di Fakultas Hukum, 3 orang di Fakultas Teknik, 2 orang di Fakultas Ilmu Perikanan dan Ilmu Kelautan, 2 orang di Fakultas Ilmu Budaya, 2 orang di Fakultas Sains dan Matematika, 2 orang di Fakultas Peternakan dan Pertanian serta 2 orang di Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Sedangkan untuk formasi tenaga administrasi kependidikan yang dibutukan  meliputi lulusan D3 Akuntansi 2 orang, D3 Teknik Komputer/Informatika 1 orang, dan D3 Kearsipan 1 orang. (fai/ton/ce1)


*) Tayang di Jawa Pos Radar Semarang, Sabtu (5/10/13).

Setiap Pojok Ada Tempat Cuci Tangan*

MUGASSARI – Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Semarang akan mewakili Jawa Tengah dalam Lomba Sekolah Sehat (LSS) tingkat nasional. Sebelumnya, sekolah yang berada di jalan Menteri Supeno ini menjadi juara di tingkat provinsi.
Kepala sekolah SMA Negeri 1 Semarang, Kastri Wahyuni saat ditemui di ruang kerjanya, kemarin (4/10) mengungkapkan rasa syukurnya atas prestasi tersebut. Menciptakan sekolah sehat, menurutnya, yang diperlukan adalah budaya. Yaitu membudayakan secara bersama hidup bersih dan sehat sehingga menghasilkan prestasi yang sehat juga.
“Jadi kegiatan ini tidak bisa dimunculkan secara instan atau sesaat. Sejak masuk di sini (2012, Red) saya sudah ikrarkan untuk menjadi sekolah sehat,” ungkap mantan kepala sekolah SMA 7 yang juga pernah meraih prestasi serupa.
Kastri menambahkan, untuk menciptakan sekolah sehat perlu diatur segala sesuatu sesuai dengan norma sekolah sehat. Mulai membuang sampah pada tempatnya, pengolahan limbah, dan aktif melakukan gerakan mencuci tangan agar tidak terkena penyakit. “Untuk mendukung itu, hampir setiap pojok sekolah kami sediakan tempat cuci tangan,” imbuhnya.
Adapun komponen dari sekolah sehat, lanjut Kastri, di antaranya meliputi sehat jasmani, sehat rohani, sehat sosial dan sehat religi. Sehat jasmani diartikan kesehatan badan yang dikelola anak UKS dan PMR. Sedangkan sehat rohani berarti pendidikan sopan santun, menghormati sesama, guru, dan juga lingkungan.
Adellina Salsabila, 16, salah satu siswa kelas X-5 mengungkapkan rasa bangganya mendapatkan prestasi tersbut. Pasalnya kegiatan tersebut dapat memacu dirinya beserta teman-teman lain untuk menjadikan sekolah bersih dan sehat. “Salah satu yang membedakan sekolah ini dengan yang lain adalah di semua kelas disediakan sanitizer yang bisa digunakan untuk mencuci tangan,” beber alumnus SMP 5 Semarang ini. (fai/ton/ce1)


*) Tayang di Jawa Pos Radar Semarang, Sabtu (5/10/13).

BIAR BERSIH
Dua orang siswi SMAN 1 Semarang mencuci tangan sebelum beraktivitas di dalam kelas.

Kamis, 03 Oktober 2013

Orang Tua Larang Bawa Motor*

PURWOYOSO – Kematian dua siswa SMP 18 Semarang Adam Ghani Ain, 13, dan Rizal Eka Bagaskara, 13, dalam kecelakaan maut di Jalan Gatot Subroto Kawasan Industri Candi Selasa (1/10) tidak hanya menyisakan kesedihan bagi keluarga. Rekan dan guru di SMP 18 pun turut berduka atas meninggalnya dua siswa tersebut. Ratusan rekan sekolah korban, Rabu (2/10) mengantarkan jenazah mereka ke persemayaman terakhir.
Siswa kelas VII hingga IX SMP 18 dan sejumlah guru mendatangi rumah duka. Dengan tertib mereka satu per satu menyaksikan untuk kali terakhir wajah dua korban yang sudah terbujur kaku. Dengan diiringi tangis histeris, kedua jenazah korban akhirnya dimakamkan di TPU Subali Krapyak.
Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaaan, Martanto mengaku turut berbela sungkawa atas kematian dua siswanya. Kedua korban diketahui satu kelas yakni di kelas VII G yang khusus untuk siswa unggulan. ”Padahal sebentar lagi ulangan semester, tidak tahunya sudah meninggal,” katanya.
Martanto mengaku tidak mengetahui secara detail kepribadian kedua korban. Meski begitu, guru matematika itu menegaskan keduanya jelas merupakan anak baik. Ia menegaskan jika pihak sekolah sudah melarang siswa menggunakan sepeda motor lantaran belum cukup umur. ”Kejadiannya  di luar jam sekolah, yang jelas kami sudah menegaskan melarang siswa bermotor,” tegasnya.
Sementara orang tua Bagas, Harsono, 38, mengaku ikhlas dengan kepergian anaknya. Ia mengaku khilaf lantaran menaruh kunci sepeda motor Honda Megapro H 6303 ER sembarang tempat sehingga bisa diambil Bagas. ”Saya tidak tahu kapan ngambilnya, saat saya telepon ternyata sudah diangkat polisi dan dikabarkan anak saya kecelakaan,” sesalnya.
Harsono mengaku mendapatkan kabar ketika Bagas kritis dan dirawat di RSUD dr Adhyatma Tugurejo. Sayang, saat didatangi ternyata nyawa Bagas sudah tidak tertolong lagi. ”Ini harus menjadi pelajaran agar tidak memperbolehkan anak kecil menggunakan motor,” tambahnya.
Kesedihan pun dirasakan keluarga pasangan Lukman Nurhadim, 45, dan Ana Hanifah, 44. Anak mereka Adam Ghani Ain turut menjadi korban kecelakaan maut di jalur Gatot Subroto. Lukman mengaku, setiap hari Adam biasanya pulang sekolah naik angkutan umum. ”Biasanya memang sering main dengan Bagas,” katanya.
Lukman mengaku hanya mendapatkan kabar jika Adam mengalami kecelakaan. Tapi saat sampai lokasi, ia pun langsung lemas diberitahu jika Adam sudah meninggal dan dibawa ke RSUP dr Kariadi. ”Saya memang melarang Adam membawa motor. Tapi mau bagaimana, sudah telanjur tidak ada,” imbuhnya sembari meneteskan air mata.
Sebagai wujud belasungkawa atas meninggalnya Adam dan Bagas, siswa dan guru SMP 18 juga menggelar doa bersama, tahlil, dan sholat ghaib di sekolah. Tampak beberapa dari siswa terutama rekan satu kelas VII G tidak bisa menahan tangis melepas kepergian dua sahabat karibnya tersebut. Dengan penuh isak, mereka mendoakan semoga kedua almarhum diberi tempat yang layak yaitu surga dan diampuni segala dosa-dosanya.
Salah satunya adalah Dallash Martana,13. Siswa yang mengaku sebagai teman karib kedua korban megungkapkan rasa kehilangan yang mendalam atas keduanya. Dengan kata terbata-bata, Dallash menceritakan, sebelumnya sudah mempunyai firasat buruk. Sehari sebelumnya, saat latihan senam, keduanya memberikan foto mereka berdua yang lagi menaiki sepeda motor. Mereka memakai baju kuning dan berkacamata. “Katanya ini buat kenang-kenangan besok ketika SMA sampai kerja. Saya hanya bilang iya, tanpa tahu maksudnya,” ujarnya.
Hal yang sama juga dirasakan oleh Tabriza Fatih Adilla, 13. Siswa yang mengaku menjadi teman satu kelas sejak TK dan SD ini mengaku juga mempunyai firasat sehari sebelumya. Pada saat itu, tiba-tiba Adam bilang jika ia meninggal apakah teman sekelasnya akan menyalati. “Saya tidak menyangka bahwa itu hari terakhir saya bertemu mereka.” (fth/fai/ton/ce1)


*) Tayang di Jawa Pos Radar Semarang, Kamis (03/10/13).

Agus Priyatno, Spesialis Dampingi Penelitian Siswa*



Sejumlah keberhasilan yang diraih pelajar SMA 3 Semarang, salah satunya berkat peran sang guru Agus Priyatno. Ia salah satu guru yang jago penelitian di sekolah negeri favorit tersebut.
Agus Priyatno
Guru Biologi
Ditemui di sekolah tempat ia mengajar, Agus –sapaan intimnya- menunjukkan kerendahan sikap dan hatinya. Munurut Agus, prestasi yang diraih anak didiknya, tak semata karena dia. Melainkan, bersama guru lain, yang tergabung dalam sebuah tim. Meski begitu, sejak kehadirannya di SMA 3 pada 2010 silam, prestasi sekolah yang berada di depan Balai Kota Semarang itu terus meroket. Tak cuma lokal, regional, dan nasional. Tapi juga internasional.
“Mungkin, salah satu keberhasilan saya dalam menyakinkan kepada anak-anak bahwa penelitian itu bukanlah sesuatu yang rumit maupun susah. Justru penelitian itu mudah dan menyenangkan. Karena yang saya terapkan adalah konsep learning by doing, bukan teori klasik,” beber guru kelahiran Kebumen 16 januari 1966 ini.
Menurut Agus,  dalam melakukan penelitian yang utama adalah memberi contoh. Juga membangkitkan semangat dan motivasi untuk mau berkompetisi dan menulis penelitian. “Ini yang mungkin belum banyak dilakukan oleh guru-guru lain,” ucap guru yang pernah meraih guru berprestasi peringkat II tingkat Kota Semarang pada 2013.
Berkat bimbingannya, banyak medali dan raihan juara disabet anak didiknya. Dalam tiga tahun saja, ia berhasil menyarungkan tiga emas, empat perak, dan banyak perunggu dalam ajang internasional. “Kalau tingkat nasional, saya lupa jumlahnya. Sebab untuk maju ke internasional harus menjadi juara nasional dulu,” aku suami dari Eko Mahdiyati ini.
Ditanya trik yang dilakukan untuk memotivasi anak didik sehingga berhasil meraih prestasi, pria yang hobi bermain badminton ini mengatakan, ia menyediakan waktu 24 jam untuk anak didik.
Agus memahami, antara dia dan anak didiknya punya kesibukan masing-masing, sehingga tidak bisa terus menerus bertemu. Karena itu, ia meminta siswa-siswinya mengirim penelitiannya via email. “Bahkan, kadang jam 10 malam, mereka menghubungi saya dan memberitahu bahwa peneltian mereka sudah dikirim,” kenang ayah Primananda Rahmalida  dan Albaninda Nurul Haq ini.
Ia selalu mewanti-wanti anak didiknya untuk tidak menyia-nyiakan tahapan penelitian, sebab sudah diberi waktu 24 jam. “Dari situ, anak-anak menjadi semangat dan selalu terpacu untuk berbuat lebih baik lagi,” aku pria yang tinggal di Lamper Tengah V no 27 Semarang ini.
Bagi Agus, ilmu adalah anugerah dan harus diamalkan biar berkah. Kadang, ketika ia menemukan ide, segera ia tulis di dompet. Ide itu lantas ia berikan ke anak didik yang punya kemampuan penelitian. “Dari sebatas ide tersebut, kemudian dikembangkan anak-anak, sehingga menjadi sebuah penelitian,” imbuh pria yang mengampu mata pelajaran Biologi ini.
Tak hanya itu, meski mengampu mapel Biologi, Agus juga membantu anak-anak dalam semua bidang penelitian. “Asal sesuai dengan kaidah penulisan, masih bisa saya bantu. Namun jika sudah masuk ke dalam konten materi, biasanya saya tunjukkan ke guru yang bersangkutan,” beber lulusan S1 IKIP Negeri Semarang (sekarang Unnes) dan S2 UMS ini.
Agus mengaku bisa mendapatkan ide dari mana saja. Ketika mengamati persoalan di sekilingnya, ia juga bisa menemukan ide. Ia mencontohkan, suatu hari, pada Ramadan, ia melihat orang-orang mudik meninggalkan hewan peliharaan seperti burung dan ayam. Maka terciptalah ide memberi makan ayam dengan handphone.
“Jadi hanya dengan kirim SMS, dapat memberi makan ayam sendiri. Kami memanfaatkan vibrasi yang dihasilkan,” ungkap pria yang pernah mengabdi di pulau terpencil di daerah Gresik Jawa Timur ini.
Contoh lain, ketika lingkungan tempat tinggalnya banyak produsen tempe, terbersit ide untuk membuat pupuk dari limbah industri tempe yang dicampur tanaman putri malu. “Bahkan ide penelitian ini kemudian dikembangkan anak saya sendiri dan berhasil mendapat medali emas International Science Project (ISPrO) baru-baru ini.”
Agus mengaku terinsiprasi untuk terus melakukan penelitian, lantaran saat menjadi guru di SMA 9 Semarang, ia berhasil menyabet juara empat kali berturut-turut dalam lomba guru kreatif tingkat nasional. Temanya City Success Fun (CSF). (ahmad.faishol/isk/ce1)


*) Tayang di Jawa Pos Radar Semarang, Kamis (03/10/13).



Sabtu, 28 September 2013

Satria Pinandita, Mahasiswa Pencipta Alat Pengendali Hama Wereng


Terinspirasi dari Gagal Panen, Alat Sudah Dipatenkan

Salah satu kendala yang dihadapi para petani yang ada di desa adalah maraknya hama wereng. Jika diabaikan, tentu akan mengganggu hasil pertanian. Alat ciptaan salah satu mahasiswa Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Semarang ini mungkin bisa jadi solusi. Seperti apa?

Satria Pinandita, remaja kelahiran Semarang 6 Januari 1991 ini sedang menempuh studi akhir tepatnya semester IX Jurusan Teknik Elektro Udinus. Meski sekilas terlihat pendiam, mahasiswa ini sarat prestasi.

Satria pernah meraih juara III Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) tingkat Kota Semarang dan juara II LKTI tingkat nasional. Tak hanya itu saja, ia juga pernah meraih medali perunggu dalam Lomba Penelitian dan Inovasi Internasional di Universiti Teknikal Malaysia Melaka (UTeM) Malaysia. “Semua itu saya dapatkan berkat penelitian dan inovasi yang saya lakukan,” ungkapnya.

Remaja asli Sekaran Gunungpati Semarang ini pernah membuat alat tester kualitas air minum, juga membuat baterai dari tanah lempung. Dan yang terbaru adalah memuat alat pengendali hama wereng yang sekarang sudah mendapatkan hak patennya dari Direktorat Jenderal (Dirjen) Hak Atas Kekayaan Intelektual (Haki) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Republik Indonesia pada Juni 2013 silam.

“Sebenarnya yang terakhir ini merupakan tugas akhir skripsi saya. Karena sudah dipatenkan, akhirnya saya rubah lagi agar tidak sama,” beber alumnus SMA kesatriaan 1 Semarang ini.

Satria menceritakan, awal ia membuat alat tersebut lantaran iseng mengamati daerah persawahan di Purwodadi, daerah ayahnya berasal. Ketika itu, tepatnya saat ia menempuh semester III, banyak para petani yang gagal panen gara-gara sawahnya diserang wereng. Waktu itu juga, ia melihat di sekitar rumah warga banyak wereng yang mendekati lampu. “Dari situ kemudian saya mempunyai hipotesis bahwa wereng itu suka lampu,” imbuhnya.

Gayung bersambut, pada tahun 2011 ketika ada LKTI tingkat Kota Semarang yang diselenggarakan oleh Universitas Negeri Semarang (Unnes) bertema teknologi hijau untuk pedesaan tersebut ia mengikutkan proposal penelitian tentang alat tersebut. “Dewan jurinya sangat tertarik dan saya berhasil meraih juara III,” imbuh sulung dua bersaudara dari pasangan Sumantri dan Diarini Indrianti ini.

Pasca lomba tersebut, Satria tidak berpuas diri. Ia kemudian mengembangkan penelitian untuk membuat purnarupa (prototype) alat pembasmi wereng. Lagi-lagi, dewi fortuna berpihak kepada Satria. Pada tahun 2012 ada LKTI tingkat nasional yang diselenggarakan di Universitas Diponegoro (Undip) Semarang. “Dengan mengajukan peneltian beserta alatnya, kali ini Alhamdulillah saya dapat juara II nasional,” akunya bangga. 

Mahasiswa yang punya hobi mengotak-atik alat elektronik sejak SMA ini mengaku, membuat alat tersebut butuh waktu yang tidak sebentar. Ia butuh sekitar satu semester atau enam bulan untuk menyelesaikannya.  Tak terhitung lagi berapa kali uji coba harus dijalankan. “Kendalanya adalah dalam membuat program untuk mendeteksi wereng sehingga dapat masuk corong ketika sensor diaktifkan. Melalui motion censor (sensor gerak, Red) itulah kemudian wereng tersebut akan masuk perangkap,” jelasnya.

Karena ini merupakan penelitian pribadi dan rencananya dibuat untuk skripsi, Satria melakukan penelitian dengan biaya sendiri. Karena dosen pembimbingnya, Wisnu Adi Prasetyanto M Eng menyarankan menggunakan sensor, penelitian ini kira-kira menghabiskan biaya Rp 2,2 juta. “Meski begitu, saya puas membuatnya. Dengan alat ini, tidak perlu lagi menggunakan pestisida. Semua menggunakan mekanik,” bebernya.

Hal yang sangat mengesankan bagi Satria adalah ketika menguji coba alat tersebut di persawahan daerah Gunungpati setelah melalui uji coba di laboratorium Fakultas Teknik Udinus. Dengan menggunakan lampu LED lima warna, merah, hijau, kuning, biru dan putih, wereng lebih tertarik kepada warna biru. “Ini sesuatu yang mengejutkan bagi saya,” aku mahasiswa yang bercita-cita menjadi dosen ini. 

Satria berharap apa yang ditemukan ini dapat bermanfaat bagi masyarakat khususnya para petani sehingga mendapat hasil yang maksimal. Meski alat tersebut belum diproduksi secara massal, namun ada rencana untuk ke situ. “Semoga saja ada yang menjadi sponsornya,” harapnya.

Satria juga berpesan kepada teman-teman yang sedang melakukan penelitian untuk terus mengembangkan kreatifitasnya dan dapat diimplementasikan kepada masyarakat. “Tentunya dapat menciptakan sesuatu yang dapat bermanfaat bagi orang lain,” tandas pemilik motto ‘hidup selalu menjadi yang terbaik’ ini. (ahmad.faishol/ton/cel)



Senin, 09 September 2013

Calon Ketua OSIS Didukung Parpol

BANGETAYU–Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Semarang dan SMP Islam Terpada PAPB Semarang mengajarkan pendidikan demokrasi kepada para siswanya. Yakni melalui pemilihan ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), Kamis (5/9) lalu.

Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan MAN 2 Semarang, M Zahri Johan mengatakan, Pemilu OSIS merupakan sebuah ikhtiar pembelajaran demokrasi di Sekolah. Makanya tidak salah jika pemilu OSIS disebut juga sebagai miniatur pemilu. “Tujuannya tak lain agar anak-anak yang notabene sebagai pemilih pemula dapat mengerti dan memahami pemilu serta penyelenggara pemilu sebagai modal untuk dipraktekkan kepada masyarakat nantinya,” bebernya.

Layakanya pemilu sungguhan, lanjut Johan, calon yang diusung menjadi ketua OSIS adalah mereka yang didukung oleh partai partai politik. Dalam hal ini, unit kegiatan siswa yang menjadi partainya. “Ada tujuh partai di sini. Di antaranya adalah Pramuka, Paskibra, Majalah Siswa, ketakmiran masjid, koperasi dan PKM (Patroli Keamanan Madrasah, Red),” imbuhnya.

Bagi siswa, secara umum mereka dapat belajar menjadi pemilih yang aktif. Mereka menjadi tahu bagaimana mencoblos yang baik, mengetahui alur-alur apa saja yang harus dilalui,  dan juga ikut mensukseskan jalannya acara yang akhirnya menetapkan Achmad Subchi sebagai Ketua OSIS periode 2013/2014.

Pemilihan ketua OSIS secara langsung juga digelar di SMP Islam Terpada PAPB Semarang, Kamis (5/9) lalu. Sebanyak 417 pemilih yang terdiri dari kepala sekolah, guru, karyawan, dan siswa menggunakan hak pilihnya. Ada 4 kandidat ketua OSIS yang bertarung memilih hati pemilih.

Muhammad Rizky Pradana, siswa 8C merasa senang bisa menyalurkan hak suara di pemilihan ini. Apalagi ada sisipan acara hiburan stand up comedy dari salah seorang temannnya dan lomba goyang Cesar yang lagi tren.

Kepala SMP Islam Terpada PAPB Ramelan menjelaskan, pemilu tahunan ini dipersiapkan dengan matang. Mulai dari keakuratan daftar calon tetap, bilih suara yang berjumlah 4 buah, kotak suara yang terkunci dan tinta sebagai penanda sudah mencoblos. Pemilu akhirnya menetapkan Fauzi Febrianto Syahputra kelas 8B sebagai pemenang dengan 165 suara. (fai/ton)


*) Tayang di Radar Semarang, 8 September 2013.



Tumbuhkan Karakter Kebangsaan

BENDAN NGISOR - Pengenalan Kampus dan Akademik atau yang lazim disebut Pekaku merupakan kegiatan yang memang diarahkan untuk membentuk karakter kebangsaan utamanya terhadap mahasiswa baru. Oleh karena itu, kegiatan ini jauh dari sifat militeristik.

Hal tersebut dikatakan Rektor Universitas Stikubank (Unisbank) Bambang Suko Priyono ketika menyampaikan pidato penutupan Pekaku di Kampus 2 Unisbank Kendeng. Di hadapan kurang lebih 1000 mahasiswa baru dan pengurus organisasi kemahasiswaan, Suko mengharapkan mahasiswa mempunyai karakter serta jiwa nasionalisme.

“Kondisi bangsa saat ini jelas membutuhkan generasi muda yang mempunyai jiwa nasionalisme yang tinggi. Melalui berbagai kegiatan ini, kita menginginkan mahasiswa mempunyai solidaritas serta wawasan luas guna membangun bangsa,” jelasnya.

Kepala bagian Humas Unisbank Sukarman menambahkan, Pekaku ditutup dengan pentas seni dan budaya. “Rencananya kegiatan ini akan diakhiri dengan penanaman 1000 pohon mangrove di pesisir Mangunharjo Semarang yang akan dilaksanakan besok (Minggu, 8/9)," tandasnya. (fai/ton)


*) Tayang di Radar Semarang, 8 September 2013.



Jumat, 07 Juni 2013

Prof Fathur Rokhman Jabat Rektor Unnes

SEMARANG – Universitas Negeri Semarang (Unnes) kini telah memiliki rektor baru. Prof Fathur Rokhman yang sebelumnya menjabat sebagai Pembantu Rektor Bidang Pengembangan dan Kerjasama (PR IV), kemarin (5/6) dilantik menggantikan Prof Sudijono Sastroatmodjo yang mundur karena mencalonkan diri sebagai Wakil Gubernur Jateng. Pelantikan pria kelahiran Banyumas 10 Desember 1966 ini dilakukan langsung oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhammad Nuh di Kemendikbud Jakarta.

Dalam sambutannya, Mendikbud berharap rektor baru dapat melanjutkan prestasi yang telah diraih pejabat sebelumnya. Dikatakan, di bawah pimpinan Sudijono, Unnes telah mengalami kamajuan pesat.

“Sudah menjadi kewajiban bagi Prof Fathur untuk melanjutkan dengan menguatkan kerja sama dengan berbagai pihak, baik internal maupun eksternal,” ujarnya. Sebelum pelantikan ini, jabatan rektor sementara dipegang oleh Pembantu Rektor Bidang Akademik, Dr Agus
Wahyudin sebagai Pelaksana tugas (plt). (mg1/ton/cel)

*) Tayang di Radar Semarang, 06 Juni 2013

 
REKTOR BARU
Mendikbud, Muhammad Nuh melantik Prof Fathur Rokhman menjadi Rektor Unnes di Kantor Kemendikbud Jakarta, kemarin.

Selamatkan Lingkungan Melalui Green School

NGALIYAN – Meningkatnya intensitas hujan, banjir, dan juga naiknya permukaan air laut sehingga mengakibatkan air pasang dan rob merupakan potret lingkungan hidup dewasa ini. Jika tidak segera dilakukan tindakan akan berdampak pada kehidupan sosial dan mempengaruhi kesehatan. Salah satu upaya yang bisa ditempuh adalah melalui sekolah hijau atau green school.

Hal tersebut dikemukakan oleh Edi Santoso, Pakar lingkungan dari Univesitas Diponegoro saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional Hari Besar Lingkungan Hidup yang digelar di IAIN Walisongo, Selasa (4/5) kemarin. Dalam seminar bertema Pendidikan Cinta Lingkungan; Terobosan menuju Green Revolution tersebut juga menghadirkan M. Arief Zayyn, Manager Program WALHI Jateng sebagai pembicara kedua.

Edi santoso menjelaskan bahwa sekolah merupakan lembaga yang memiliki komitmen dan secara sistematis mengembangkan program-program untuk menginternalisasikan nilai-nilai lingkungan ke dalam seluruh aktivitas yang ada di dalamnya.

Selain itu, sekolah merupakan sistem pendidikan yang berorientasi pada pembentukan dan pengembangan kognisi, sikap, dan perilaku yang ramah lingkungan. “Jadi, yang terpenting bukan hanya sekolah itu hijau dalam arti fisik, namun juga harus terbangun kesadaran dan perilaku yang dijiwai nilai-nilai lingkungan,” ujarnya.

Dikatakan, pendidikan lingkungan sejak dini di dalam keluarga juga tidak boleh diabaikan. Penanaman pengetahuan, sikap, dan perilaku yang ramah lingkungan sejak dini di keluarga
menjadi kunci utama. Sebab, Anak merupakan agen perubahan yang sangat potensial. “Perlu kerjasama antara pendidikan formal (sekolah) dengan orang tua dalam menciptakan lingkungan yang sehat, bersih, dan aman bagi anak didik. Selain itu, juga menjadi pembelajaran yang efektif bagi siswa,” ungkap Edi.

Sementara itu, M Arif Zayyn lebih menyoroti kepada darurat ekologi Indonesia. Dikatakan, meski Indonesia mempunyai kekayaan alam yang melimpah seperti hutan mangrove, terumbu karang, perikanan, dan sumber energi, namun kenyataanya masyarakat belum bisa menjaganya dengan maksimal.

“Banyaknya laut yang rusak dan menjadi tempat pembuangan sampah dan limbah serta wilayah pesisir yang sangat mengkhawatirkan menjadi bukti bahwa usaha menyelamatkan lingkungan di negara ini harus segera dilakukan,” jelasnya. (mg1/ida)

*) Tayang di Radar Semarang, 06 Juni 2013