NGALIYAN – Seorang Nabi pasti adalah
orang yang sangat cerdas. Tak hanya cerdas dalam pikiran, tetapi juga dalam
tindakan. Hal tersebut dikarenakan ada hubungan yang baik antara ia dan
Tuhannya. Penghubungnya melalui kalam Tuhan. Ternyata, kecerdasan tersebut
dapat diwariskan kepada siapa saja yang memenuhi kriteria yang telah ditentukan.
Demikian hasil temuan Zainul Adzfar, 39,
dosen IAIN Walisongo dalam penelitiannya baru-baru ini. Doktor jebolan
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Jogjakarta ini menjelaskan, kecerdasan
nabi bersifat terbuka. Tak hanya umat Islam, orang nonmuslim pun dapat mengaksesnya.
Jika nabi dihubungkan dengan wahyu, maka manusia setelahnya melalui ilham. “Orang
inilah yang mendapat ilmu laduni,” jelasnya.
Kecerdasan kenabian berbeda dengan konsep
kecerdasan pada umumnya. Ia diperoleh berkat kesucian jiwa dan kedekatan
manusia dengan Tuhannya. Mereka yang berhasil mempertahankan kesucian jiwa dan
selalu mendekatkan diri kepada Tuhan, akan terpilih menjadi pewaris kecerdasan
kenabian dengan sebutan Wali.
Lebih lanjut, Zainul menjelaskan bahwa kenabian
akan terus ada. Nabi sendiri mempunyai sifat, attitude, dan juga
ketahanan diri. Hal-hal tersebut yang ditiru manusia. “Orang Kristen pun dapat
meniru kecerdasan Yesus. Karena kecerdasan itu bersifat global,” jelasnya
kepada Radar Semarang, kemarin (30/3).
Zainul juga menghubungkan kecerdasan
dengan Psikologi sufistik. Artinya, orang yang mempunyai kecerdasan nabi secara
otomatis dapat menjadi solutif bagi siapa saja. Ia dapat juga mengobati orang
yang sakit. “Bedanya orang tersebut menjadi terapis secara holistik,”
terangnya.
Pertemuan kecerdasan kenabian dengan
psikologi sufistik adalah terdapat pada sisi psikoterapi, yang fokusnya adalah
sisi rohani. Yakni: hati, diri dan jiwa. Oleh karena itu, pendekatan yang
digunakan adalah ilham dan intuisi sebagai representasi kebersihan jiwa
seseorang dan kedekatannya dengan Tuhan.
“Sebenarnya ini adalah khazanah klasik
dari para serjana terdahulu. Namun melalui penelitian ini coba dikuak secara
konstruksi ilmu pengetahuannya,” terang bapak tiga anak ini. (mg1/ton)
*) dimuat di Radar Semarang, 31 Maret 2013