Kamis, 26 Juni 2014

Polisi Dituntut 6 Tahun 6 Bulan


SEMARANG–Brigadir Muhammad Nurul Hidayat, 29, anggota Polres Pekalongan akhirnya dituntut pidana penjara selama 6,5 tahun, terkait dugaan perkara penyalahgunaan narkoba. Yang bersangkutan dinilai telah mengedarkan narkoba jenis sabu-sabu kepada ketiga temannya.

Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasipidum) Kejari Semarang, Teguh Imanto mengatakan bahwa terdakwa dinyatakan terbukti bersalah melanggar Pasal 112 ayat (1) undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. “Terdakwa terbukti menawarkan, menyerahkan sabu kepada ketiga temannya,” ungkapnya.

Teguh menambahkan, tuntutan tersebut telah sesuai dengan UU dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun penjara dan maksimal 12 tahun penjara. Sebelumnya, Kejari Semarang juga menuntut pidana selama enam tahun kepada Briptu Fajar S, salah satu anggota reskrim Polsek Genuk dalam kasus serupa.

Seperti diketahui, Brigadir Muhammad Nurul Hidayat berhasil ditangkap oleh Petugas Polrestabes Semarang bersama dengan ketiga temannya Iwan Setiawan, 32, warga Pleburan Semarang; Rahmi Ariani, 28 warga Demak; dan Rina Fitriani, 26, warga Pekalongan Timur pada saat bersama-sama mengonsumsi sabu-sabu di sebuah kontrakan di Jalan Pleburan Raya Semarang pada Sabtu (8/2) malam sekitar pukul 23.00.

Mereka tepergok saat sedang fly setelah pesta narkoba. Dari tangan Nurul Hidayat, petugas menyita dua gram sabu-sabu dan 20 butir ekstasi termasuk alat isap sabu-sabu. Oknum polisi tersebut saat ditangkap tidak melakukan perlawanan karena dalam kondisi terpengaruh narkoba.

Sementara itu, Briptu Fajar S ditangkap petugas Satuan Narkoba Polrestabes Semarang di depan rumah kos pacarnya, di Jalan Muwardi Timur nomor 31 Pedurungan, Senin (27/1) sekitar pukul 21.15. Dari tangannya, petugas menyita sabu-sabu seberat 25 gram. Briptu Fajar diketahui sudah menjadi target operasi (TO) petugas. (fai/ida)

JPU Tolak Pledoi Sunardi


MANYARAN – Jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jateng menyatakan menolak seluruh isi nota pembelaan (pledoi) yang diajukan mantan General Manager (GM) Perum Perumnas Regional V (BUMN) Jateng-DIJ, Sunardi yang menjadi terdakwa dugaan korupsi pengadaan rumah bersubsidi Griya Lawu Asri (GLA) Karanganyar tahun 2007-2008. Atas penolakan tersebut, JPU tetap pada tuntutan semula yakni menuntut yang bersangkutan dengan pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan, serta membayar denda sebesar Rp 50 subsider 3 bulan kurungan.

”Pada prinsipnya, kami tetap pada dakwaan dan minta terdakwa tetap dihukum,” ujar JPU Slamet Widodo dalam repliknya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Selasa (24/6).

JPU menegaskan, terdakwa dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar dakwaan alternatif pertama. Yakni pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan diganti menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001. ”Terdakwa telah menerima gratifikasi berupa uang pelicin sebesar Rp 485 juta sebagai imbal jasa kepengurusan perumahan dari KSU Karanganyar Bersatu,” tegasnya.

Menanggapi sikap JPU, terdakwa melalui penasihat hukumnya Yohanes Winarto menyatakan tetap pada pembelaannya. Menurutnya, perkara yang menjerat kliennya itu masuk dalam ranah perdata bukan pidana. Oleh karena itu, ia meminta majelis hakim membebaskan dari seluruh dakwaan yang diajukan oleh JPU. ”Namun jika majelis hakim berpandangan lain, kami mohon putusan seadil-adilnya,” ungkap Yohanes dalam dupliknya.

Lantaran pengajuan replik dan duplik telah dilakukan, maka giliran majelis hakim memberi putusan. Atas hal itu, majelis meminta waktu dua pekan untuk memberi jawaban. ”Sidang ditunda dan dilanjutkan kembali Senin (7/7) depan dengan agenda putusan,” ucap hakim ketua Maryana sebelum mengakhiri persidangan.

Seperti diketahui, dalam perkara ini terdakwa yang terakhir menjabat sebagai Direktur Korporasi dan Pertanahan Perumnas itu telah menerima uang sebesar Rp 485 juta sebagai imbal jasa kepengurusan perumahan. Uang tersebut dengan rincian Rp 340 juta berasal dari Fransiska Riyana Sari (Ketua KSU Sejahtera 2007) dan sisanya berasal dari Budi Raharjo (Ketua KSU Sejahtera 2006). Penerimaan uang tersebut diakui terdakwa untuk biaya operasional penyambutan dan peresmian perumahan GLA oleh Presiden RI. (fai/ton/ce1)



Koruptor Diminta Kembalikan Ijazah

KPK Kerja Sama dengan 3 Universitas

KEMBANGSARI – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menginginkan agar para penyelenggara negara yang terjerat kasus korupsi untuk mengembalikan ijazah yang diperoleh dari perguruan tinggi (PT) di mana yang bersangkutan belajar. Pasalnya, hal itu dapat mendidik dan membangun generasi antikorupsi di masa mendatang.

Hal tersebut diungkapkan Wakil ketua KPK, Adnan Pandu Praja di sela-sela acara penandatanganan perjanjian kerja sama pemanfaatan informasi dan publikasi antara KPK dengan Universitas Diponegoro (Undip), Universitas Negeri Semarang (Unnes) dan Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata di Hotel Gumaya Semarang, Selasa (24/6). Kegiatan tersebut merupakan perjanjian ke-8 yang dilakukan KPK.

Pandu menyatakan, hal tersebut harus disosialisasikan sejak awal. Apalagi saat ini tidak satu pun profesi yang luput dari perkara korupsi. Peran perguruan tinggi sangat strategis untuk menciptakan optimalisasi dan efektivitas pemberantasan korupsi. ”Kami yakin kampus bisa membantu mengampanyekan bahaya korupsi ini,” ungkapnya.

Juru bicara KPK Johan Budi menambahkan, semula masyarakat Indonesia memercayai profesi terhormat tidak bisa melakukan korupsi. Seperti halnya profesor atau guru besar, tokoh agama, kiai maupun pendeta. Namun paradigma tersebut kini telah mulai bergeser. Baik itu profesor, ustad atau pendeta semua juga dapat terlibat.

”Kami mencatat di KPK ada tujuh orang profesor yang menjadi tersangka. Ada juga dosen terbaik di salah satu kampus yang juga menjadi tersangka di KPK. Intinya, semua profesi bisa tersangkut kasus korupsi,” tegasnya.

Rektor Unika Soegijapranata Prof Budi Widianarko menyambut baik upaya yang dilakukan KPK dengan menggandeng beberapa perguruan tinggi. Menurutnya, pemanfaatan data dari KPK sangat penting untuk membentuk generasi muda antikorupsi. ”Kami siap menerima bantuan literasi baik buku cetak maupun digital,” katanya.

Rektor Undip Sudharto P. Hadi menyampaikan, selama ini banyak kajian yang dihasilkan PT berkaitan dengan pencegahan korupsi, misalnya lewat skripsi, tesis, dan disertasi. ”Kampus, terutama Undip selama ini juga sudah membantu menginternalisasikan nilai-nilai karakter kepada seluruh civitas akademikanya yang diharapkan bisa menjadi benteng dalam upaya pencegahan korupsi,” katanya. (fai/mg1/ton/ce1)