Senin, 07 Maret 2011

Membaca Orde Baru lewat Entrok


Sebagian dari kita mungkin tidak tahu apa itu entrok. Hal ini mungkin disebabkan oleh semakin majunya peradaban manusia atau kita yang tidak mau belajar akan sejarah masa lalu.

Yang pasti, istilah tersebut masih terasa asing di sebagian besar telinga kita. Dalam kamus bahasa Indonesia, istilah entrok diartikan untuk pakaian dalam wanita yang berfungsi sebagai penutup payudara (istilah sekarang bra atau BH).istilah ini diambil dari bahasa Jawa yang sebagian orang Jawa sendiri tidak tahu.

Lantas apa yang menarik dari sebuah entrok? Melalui novelnya yang berjudul Entrok ini, Okky Madasari mencoba menguak sejarah kelam masa Orde Baru (sekitar ’70 – ’90-an) yang masih menyisakan tanda tanya besar di kalangan masyarakat sekarang.

Orde Baru bisa bermakna positif bagi yang berpikiran pragmatis karena rakyat hidup dalam ketenangan tanpa suatu perlawanan. Namun, istilah tersebut bisa juga bermakna monster bagi para korban sejarah yang sekarang ini mulai membuka mulut akan kekejaman zaman yang pernah dipimpin oleh Soeharto ini.

Selanjutnya, timbul pertanyaan, apa hubungannya entrok dengan Orde Baru? Sekilas memang tidak nyambung. Namun perlu kita ketahui bahwa yang memunculkan istilah entrok adalah para kakek-nenek kita yang dulu pernah hidup pada kala itu dan merupakan saksi sejarah atas zaman tersebut.

Dikisahkan, ada dua perempuan yang hidup dalam tradisi dan pemahaman yang berbeda. Mereka seperti orang asing bagi yang lainnya meskipun tinggal dalam satu atap yang sama.

Marni sebagai ibu dan Rahayu sebagai anak hidup dalam zaman yang susah namun masih mau berusaha untuk mendapatkan keadilan dan kebahagiaan. Marni adalah seorang ibu yang memunyai pemikiran pogresif namun juga konservatif.

Meskipun tidak bisa membaca dan menulis, dia bisa mengatur kehidupannya secara teratur dan tetap berpikiran akan pentingnya masa depan. Impiannya untuk memiliki sebuah entrok membuat ia terus berusaha membanting tulang dan memeras keringat untuk bisa mendapatkannya.

Itulah awal dari jiwa entrepreneurship yang dia miliki sehingga bisa menjadi orang sukses dan serba kecukupan. Namun, di balik pemikiran progesif tersebut, Marni menyisakan sesuatu yang beda dari orang-orang biasa.

Dia masih menganut kepercayaan terhadap leluhur dan tidak mau menyembah Tuhan yang orang lain sembah. Dia selalu membuat sesajen untuk meminta kelancaran rizki dan keberkahan hidup.

Dia juga selalu berpendapat bahwa asal tidak mencuri, menipu, dan membunuh orang lain bukanlah sesuatu hal yang berdosa. Berbeda dengan Marni, Rahayu adalah seorang anak terpelajar yang rasional dan menolak berbagai takhayul dan kepercayaan terhadap leluhur. Bagi dia, itu semua adalah perbuatan syirik dan harus dihilangkan. Dia akan terus melawan walaupun pelakunya adalah ibunya sendiri.

Satu-satunya hal yang dapat menyatukan mereka adalah kebencian terhadap penguasa yang dalam hal ini diwakili oleh tentara. Berbekal alasan memberi rasa aman, mereka bertindak sewenang-wenang dan selalu melakukan penindasan dan pemerasan. 


Judul : Entrok
Penulis : Okky Madasari
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama Tahun : April, 2010
Tebal : 288 halaman
Harga : Rp 45.000
Peresensi : Ahmad Faishol


*)Dimuat di Koran Jakarta, Sabtu, 28 Agustus 2010